Rabu, 04 Desember 2013

Rumah Adat Karo







Mengenal sejenak Rumah Adat
Karo Suku Karo mendiami daerah bagian utara Propinsi Sumatera Utara, terutama di daerah tinggi Karo, Langkat Hulu, Deli Hulu, Serdang Hulu, dan sebagian Dairi. Sebagian besar orang Karo masih hidup di desa-desa yang disebut kuta. Kuta merupakan kesatuan territorial yang dihuni oleh penduduk dari beberapa merga (klen) yang berbeda. Dalam kuta terdapat dua atau lebih deretan rumah adat. Namun, sekarang tidak semua kuta memiliki rumah adat. Di beberapa tempat kita masih dapat menemukan rumah adat Karo yang sudah berusia ratusan tahun diantaranya di desa Lingga, Dokan dan Peceren. Rumah Adat Karo terkenal karena keunikan teknik bangunan dan nilai sosial-budayanya. Rumah adat Karo memiliki konstruksi yang tidak memerlukan penyambungan. Semua komponen bangunan seperti tiang, balik, kolom, pemikul lantai, konsol, dan lain-lain tetap utuh seperti aslinya tanpa dilakukan penyerutan ataupun pengolahan. Pertemuan antarkomponen dilakukan dengan tembusan kemudian dipantek dengan pasak atau diikat menyilang dengan ijuk untuk menjauhkan rayapan ular. Bagian bawah, yaitu kaki rumah, bertopang pada satu landasan batu kali yang ditanam dengan kedalaman setengah meter, dialasi beberapa lembar sirih dan benda sejenis besi. Rumah adat Karo berbentuk panggung dengan dinding miring dan beratap ijuk. Letaknya memanjang 10-20 meter dari timur ke barat dengan pintu di kedua jurusan mata angin itu. Posisi bangunan Rumah Adat Karo biasanya mengikuti aliran sungai yang ada di sekitar desa. Pada serambi muka terdapat semacam teras dari bambu yang disusun yang disebut ture.

Nilai Kepercayaan dalam Pembangunan Rumah Adat Karo
Sebelum membangun rumah, orang Karo mengadakan musyawarah dengan teman satu rumah mengenai besar, tempat, dan hal-hal lain. Waktu membersihkan dan meratakan tanah ditentukan oleh guru (dukun) untuk mendapatkan hari yang baik. Ketika akan mengambil kayu ke hutan mereka kembali menanyakan hari yang baik untuk menebang pohon kepada guru. Sebelum menebang kayu guru akan memberi persembahan kepada penjaga hutan agar jangan murka terhadap mereka karena kayu itu dipakai untuk membangun rumah. Dalam proses pembangunan mulai dari peletakan alas rumah selalu ada ritual yang dibuat agar pembangunan rumah tersebut diberkati oleh yang maha kuasa dan agar tidak tejadi hal-hal yang buruk. Setelah rumah selesai dibangun masih ada ritual yang diadakan. Guru dan beberapa sanak keluarga yang membangun rumah akan tidur di rumah baru itu sebelum rumah itu ditempati. Mereka akan memimpikan apakah rumah tersebut baik untuk dihuni atau tidak. Waktu memasuki rumah baru biasanya diadakan kerja mengket rumah mbaru (pesta memasuki rumah baru). Pesta ini menunjukkan rasa syukur atas rumah baru tersebut kepada saudara-saudara dan kepada yang maha kuasa. Dalam pesta ini ada acara makan bersama dengan para kerabat, kenalan, dan orang-orang sekampung. Lalu, acara dilanjutkan dengan acara ngerana (memberi kata sambutan dan petuah-petuah) oleh pihak-pihak yang berkompeten seperti: Kalimbubu, Anak beru, dan Senina. Dalam pesta ini juga biasanya ada acara tepung tawar untuk rumah baru. Guru akan menepungtawari bagian-bagian tertentu dari rumah. Tujuannya ialah agar segala yang jahat keluar dari rumah dan yang baik tinggal dalam rumah untuk membuat para penghuni rumah bisa bahagia menempati rumah tersebut. Acara lain yang kadang dibuat adalah gendang. Gendang ini bertujuan untuk mengusir hal-hal jahat yang masih tinggal di dalam rumah tersebut. gendang tersebut juga menunjukkan rasa gembira dan syukur bersama warga sedesa.

Nilai Kepercayaan dalam Bentuk Bangunan Rumah Adat Karo
Struktur bangunan rumah adat Karo terbagi atas tiga bagian, yaitu atap sebagai dunia atas, badan rumah sebagai dunia tengah, dan kaki sebagai dunia bawah, yang dalam bahasa Karo disebut Dibata Atas, Dibata Tengah, dan Dibata Teruh (Allah Atas, Allah Tengah, dan Allah Bawah). Pembagian anatomi rumah adat Karo menggambarkan: dunia atas tempat yang disucikan, dunia tengah tempat keduniawian, dan dunia bawah tempat kejahatan sehingga layak untuk tempat binatang piaraan, yang dalam kepercayaan suku Karo dikuasai oleh Tuhan Banua Koling. Penguasa yang jahat dipuja dan dihormati agar tidak mengganggu kehidupan manusia. Dalam pembangunan rumah adat, hal yang terpenting adalah prosesnya yang sakral dibandingkan segi fisiknya. Hal ini tampak mulai dari penentuan tapak/lahan, pemilihan kayu di hutan, hari baik untuk pendirian rumah, pemasangan atap sampai memasuki rumah. Kesemuanya dilakukan melalui upacara-upacara ritual dengan kerbau sebagai korban. Upacara-upacara ini menunjukkan kepercayaan yang besar orang Karo akan kekuasaan yang melebihi kekuatan manusia.

Nilai Kebersamaan dari Rumah Adat Karo
Suatu rumah adat biasanya dihuni oleh empat atau delapan bahkan sampai enam belas keluarga batih (jabu), yang masih terikat hubungan kekerabatan secara patrilineal. Penempatan jabu di dalam rumah diatur menurut ketentuan adat. Inilah yang menjadi kekhasan rumah adat Karo bila dibandingkan dengan rumah adat lain. Jumlah anggota keluarga ini berkaitan dengan tungku masak di dalam rumah. Tiap tungku digunakan oleh dua keluaga sehingga dua keluarga biasanya memakan makanan yang sama. Ini juga menjadi keunikan yang menunjukkan kebersamaan dalam Rumah Adat Karo. Kegembiran atau kesusahan satu anggota keluarga menjadi kegembiran seluruh penghuni rumah adat. Dan lewat perayaan-perayaan hidup seperti membangun rumah, pesta tahunan, kerja di ladang, pernikahan, kelahiran anak, dan kematian tampaklah kebersamaan itu semakin hidup.
Rumah Adat Karo Sumatera Utara – Rumah adat merupakan salah satu aset kebudayaan bangsa ini. Setiap daerah memiliki rumah adat dengan ciri khas dan keunikan masing-masing. Namun, sayang semakin hari semakin banyak masyarakat daerah yang meninggalkan rumah adat dan beralih pada rumah biasa. Hanya sebagian daerah, orang, atau suku yang masih bertahan di rumah adat.Salah satu rumah adat yang menarik ialah rumah adat Batak Karo. Rumah Adat Karo Sumatera Utara ini dikenal juga sebagai rumah adat Siwaluh Jabu. Siwaluh Jabu memiliki pengertian sebuah rumah yang didiami delapan keluarga. Masing-masing keluarga memiliki peran tersendiri di dalam rumah tersebut.Rumah Adat Karo Sumatera Utara ini berbeda dengan rumah adat suku lainnya dan kekhasan itulah yang mencirikan rumah adat Karo. Bentuknya sangat megah diberi tanduk. Proses pendirian sampai kehidupan dalam rumah adat itu diatur oleh adat Karo, dan karena itulah disebut rumah adat.Penempatan keluarga-keluarga dalam Rumah Adat Karo Sumatera Utara ditentukan oleh adat Karo. Secara garis besar rumah adat ini terdiri atas jabu jahe (hilir) dan jabu julu (hulu). Jabu jahe juga dibagi menjadi dua bagian, yaitu jabu ujung kayu dan jabu rumah sendipar ujung kayu.
Tetapi, ada kalanya Rumah Adat Karo Sumatera Utara terdiri atas delapan ruang dan dihuni oleh delapan keluarga. Sementara dalam rumah ini hanya ada empat dapur. Masing-masing jabu dibagi dua sehingga terbentuk jabu-jabu sedapuren bena kayu, sedapuren ujung kayu, sedapuren lepar bena kayu, dan jabu sedapuren lepar ujung kayu.
Rumah adat Siwaluh Jabu, Rumah Adat Karo Sumatera Utara. Rumah ini bertiang tinggi dan satu rumah biasanya dihuni atas satu keluarga besar yang terdiri dari 4 sampai 8 keluarga Batak. Di dalam rumah tak ada sekatan satu ruangan lepas. Namun pembagian ruangan tetap ada, yakni di batasi oleh garis-garis adat istiadat yang kuat, meski garis itu tak terlihat. Masing-masing ruangan mempunyai nama dan siapa yang harus menempati ruangan tersebut, telah ditentukan pula oleh adat. Urutan ruangan dalam rumah Siwaluh jabu adalah sebagai berikut :
  •  Jabu bena kayu yaitu ruangan di depan sebelah kiri, didiami oleh pihak marga tanah dan pendiri kampung. Ia merupakan pengulu atau pemimpin rumah tersebut.  Jabu sedapur bena kayu yaitu ruangan berikutnya yang satu dengan jabu bena kayu, juga dinamai Sinenggel-ninggel. Rumah Adat Karo Sumatera Utara, ruang ini didiami oleh pihak Senina yakni saudara-saudaranya yang bertindak sebagai wakil pemimpin rumah tersebut. Sedapat artinya satu dapur, karena setaip 2 ruangan maka di depannya terdapat dapur yang dipakai untuk 2 keluarga.
  • Jabu ujung kayu, dinamai Jabu Sungkun Berita, didiami oleh anak Beru Toa, yang bertugas memecahkan setiap masalah yang timbul.
  • Jabu sedapur ujung kayu yaitu ruangan sedapur dengan jabu ujung kayu, dinamai Jabu Silengguri. Jabu ini didiami oleh anak beru dari jabu Sungkun Berita.
  • Jabu lepan bena kayu, yakni ruangan yang terletak berseberangan dengan jabu bena kayu, dinamai jabu simengaloken didiami oleh Biak Senina.
  • Jabu sedapur lepan bena kayu yaitu ruangan yang sedapur dengan jabu lepan bena kayu, didiami oleh Senina Sepemeren atau Separiban.
  • Jabu lepan ujung kayu, didiami oleh Kalimbuh yaitu pihak pemberi gadis, ruangan ini disebut Jabu Silayari.
  • Jabu sedapur lepan ujung kayu yaitu ruangan yang sedapur dengan jabu lepan ujung kayu. Rumah Adat Karo Sumatera Utara, ruangan ini didiami oleh Jabu Simalungun minum, didiami oleh Puang Kalimbuh yaitu Kalimbuh dari jabu silayari. Kedudukan Kalimbuh ini cukup dihormati didalam adat.
Demikian artikel tentang Rumah Adat Karo Sumatera Utara semoga bisa menambah wawasan anda dan bermanfaat tentunya dan terimakasih atas perhatian dan kunjunganya.
Artikel yang terkait dengan Rumah Adat Karo Sumatera Utara : senjata tradisional sumatera utara, makanan khas sumatera utara, rumah adat sumatera selatan, budaya sumatera utara, rumah adat riau, wisata sumatera utara, tarian sumatera utara, rumah adat jawa barat, gambar rumah adat karo, penjelasan rumah adat, keterangan rumah adat, rumah adat karo terancam punah, pakaian adat karo, ornamen rumah adat, koin untuk rumah adat karo, Rumah Adat Karo Sumatera Utara,  sejarah rumah adat karo

Tidak ada komentar:

Posting Komentar