Rumah Adat Rumoh
Aceh – Rumah Aceh yang dibangun menyerupai rumah tempat tinggal
tradisional masyarakat Aceh, berbentuk rumah panggung. Lantai bangunan ini
dirancang setinggi 9 kaki atau lebih dari permukaan tanah. Bersandar pada
tiang-tiang penyangga dari kayu dengan ruang kolong di bawahnya.Luas lantai
bangunan Rumah Adat Rumoh Aceh ini lebih dari 200 m2 dengan tinggi atap pada
bagian rabung lebih kurang 8 m. Keistimewaan “Rumah Aceh” dan sejenisnya
terletak pada segi kekokohan bangunannya; walaupun bagian-bagian Rumah Adat
Rumoh Aceh hanya dipersatukan dengan ikatan tali ijuk, pasak serta baji sebagai
pangganti paku dan sekrup.Tiang-tiang Rumah Adat Rumoh Aceh ini terbuat dari
jenis kayu keras pilihan yang rata-rata berdiameter lebih kurang 20 cm, dan
berjumlah 44 buah tegak berjajar dalam posisi 4 x 11 memanjang dari Timur ke
Barat. Penempatan tangga dengan jumlah anak tangga genap masing-masing 14 buah,
di ujung Timur bawah “seuramoe keue” dan di ujung Barat bawah “seuramoe likot”,
berkesan tidak biasa.Jajaran tiang-tiang Penyangga Rumah Adat Rumoh AcehDalam
masyarakat Aceh tidak dikenal adanya istilah rumah adat.
Rumah adat Nangro
Aceh Darussalam atau disebut juga Rumoh Aceh merupakan rumah panggung
yang memiliki tinggi beragam sesuai dengan arsitektur si pembuatnya. Namun pada
kebiasaannya memiliki ketinggian sekitar 2,5-3 meter dari atas tanah. Untuk
memasukinya harus menaikit beberapa anak tangga. Terdiri dari tiga atau lima
ruangan di dalamnya, untuk ruang utama sering disebut dengan rambat.Biasanya
tinggi pintu sekitar 120 - 150 cm dan membuat siapa pun yang masuk harus
sedikit merunduk. Makna dari merunduk ini menurut orang-orang tua adalah sebuah
penghormatan kepada tuan rumah saat memasuki rumahnya, siapa pun dia tanpa
peduli derajat dan kedudukannya. Selain itu juga, ada yang menganggap pintu
rumoh Aceh sebagai hati orang Aceh. Hal ini terlihat dari bentuk fisik pintu
tersebut yang memang sulit untuk memasukinya, namun begitu kita masuk akan
begitu lapang dada disambut oleh tuan rumah.Saat berada di ruang depan ini atau
disebut juga dengan seuramoe keu/seuramoe reungeun, akan kita dapati ruangan
yang begitu luas dan lapang, tanpa ada kursi dan meja. Jadi, setiap tamu yang
datang akan dipersilahkan duduk secara lesehan di atas tikar.
Bagian-bagian Rumoh Aceh
Pada bagian bawah rumah atau disebut dengan yup moh bisa digunakan untuk menyimpan berbagai benda, seperti penumbuk padi dan tempat menyimpan padi. Tidak hanya itu, bagian yup moh juga sering difungsikan sebagai tempat bermain anak-anak, membuat kain songket Aceh yang dilakoni oleh kaum perempuan, bahkan bisa dijadikan sebagai kandang untuk peliharaan seperti ayam, itik, dan kambing.
- Ruangan
depan atau disebut dengan seuramoe reungeun merupakan ruangan yang
tidak berbilik (berkamar-kamar). Dalam sehari-hari ruangan ini berfungsi
untuk menerima tamu, tempat tidur-tiduran anak laki-laki, dan tempat
anak-anak belajar mengaji saat malam atau siang hari. Disaat-saat
tertentu, seperti ada upacara perkawinan atau upacara kenduri, maka
ruangan inilah yang menjadi tempat penjamuan tamu untuk makan bersama.
- Ruangan
tengah yang disebut dengan seuramoe teungoh merupakan bagian inti
dari rumoh Aceh, maka dari itu banyak pula disebut sebagai rumoh inong
(rumah induk). Sedikit perbedaan dengan ruang lain, di bagian ruangan ini
terlihat lebih tinggi dari ruangan lainnya, karena tempat tersebut
dianggap suci, dan bersifat sangat pribadi. Di ruangan ini terdapat dua
buah bilik atau kamar tidur yang terletak di kanan-kiri, posisinya
menghadap ke utara atau selatan dengan pintu yang menghadap ke belakang.
Di antara kedua bilik itu terdapat pula gang yang menghubungkan ruang
depan dan ruang belakang. Rumoh inong biasanya sebagai tempat tidur kepala
keluarga. Bila anak perempuan baru saja kawin, maka dia akan menempati
rumah inong ini. Sementara orang tuanya akan pindah ke anjong. Bila ada
anak perempuannya yang kawin dua orang, orang tua akan pindah ke seuramoe
likot, selama belum dapat membuat rumah baru atau merombak rumahnya. Di
saat upacara perkawinan, mempelai akan dipersandingkan di bagian rumoh
inong, begitu juga saat ada kematian rumoh inong akan digunakan sebagai
tempat untuk memandikan mayat.
- Ruangan
belakang disebut seuramoe likot yang memiliki tinggi lantai yang sama
dengan seuramoe reungeun, serta tidak mempunyai bilik atau sekat-sekat
kamar. Fungsinya sering dipergunakan untuk dapur dan tempat makan bersama
keluarga, selain itu juga dipergunakan sebagai ruang keluarga, baik untuk
berbincang-bincang atau untuk melakukan kegiatan sehari-hari perempuan
seperti menenun dan menyulam. Namun, ada waktunya juga dapur sering
dipisah dan malah berada di bagian belakang seuramoe likot. Sehingga ruang
tersebut dengan rumoh dapu (dapur) sedikit lebih rendah lagi dibanding
lantai seuramoe likot. Di bagian atas sering diberi loteng yang memiliki
fungsi untuk menyimpan barang-barang penting keluarga.
Tiang Rumoh Aceh berbahan kayu. Di samping
itu, kayu pada rumoh Aceh digunakan pula untuk membuat toi, roek, bara, bara
linteung, kuda-kuda, tuleueng rueng, indreng, dan lain sebagainya. Lantai dan
dindignya terbuat dari papan. Selain itu, beberapa bahan yang digunakan untuk
pembuatan Rumoh Aceh diantaranya Trieng bambu yang digunakan untuk membuat
gasen (reng), alas lantai, beuleubah (tempat menyemat atap), dan lain
sebagainya. Selain menggunakan bambu, adakalanya untuk membuat lantai dan
dinding Rumoh Aceh menggunakan enau. Untuk memperkuat bangunanya tidak
menggunakan paku, tali pengikat yang berbahan tali ijuk, rotan, kulit pohon
waru, dan terkadang menggunakan tali plastik. Adapun atapnya menggunakan daun
rumbia atau kadang menggunakan daun enau. Sementara pelepah rumbia digunakan
untuk membuat rak-rak dan sanding .
Filosofi dan Keunikan Rumoh Aceh
Rumoh Aceh bukan sekadar tempat hunian, tetapi merupakan ekspresi keyakinan terhadap Tuhan dan adaptasi terhadap alam. Adaptasi masyarakat Aceh terhadap lingkungannya dapat dilihat dari bentuk rumoh Aceh yang berbentuk panggung, tiang penyangganya yang terbuat dari kayu pilihan, dindingnya dari papan, dan atapnya dari rumbia. Pemanfaatan alam juga dapat dilihat ketika hendak menggabungkan bagian-bagian rumah yang tidak menggunakan paku tetapi menggunakan pasak atau tali pengikat dari rotan. Walaupun hanya terbuat dari kayu, beratap daun rumbia, dan tidak menggunakan paku, rumoh Aceh bisa bertahan hingga 200 tahun. Pengaruh keyakinan masyarakat Aceh terhadap arsitektur bangunan rumahnya dapat dilihat pada orientasi rumah yang selalu berbentuk memanjang dari timur ke barat, yaitu bagian depan menghadap ke timur dan sisi dalam atau belakang yang sakral berada di barat. Arah Barat mencerminkan upaya masyarakat Aceh untuk membangun garis imajiner dengan Ka’bah yang berada di Mekkah. Selain itu, pengaruh keyakinan dapat juga dilihat pada penggunaan tiang-tiang penyangganya yang selalu berjumlah genap, jumlah ruangannya yang selalu ganjil, dan anak tangganya yang berjumlah ganjil.Selain sebagai manifestasi dari keyakinan masyarakat dan adaptasi terhadap lingkungannya, keberadaan rumoh Aceh juga untuk menunjukan status sosial penghuninya. Semakin banyak hiasan pada rumoh Aceh, maka pastilah penghuninya semakin kaya. Bagi keluarga yang tidak mempunyai kekayaan berlebih, maka cukup dengan hiasan yang relatif sedikit atau bahkan tidak ada sama sekali.
Dalam rumoh Aceh, ada beberapa motif hiasan yang dipakai, yaitu:
- Motif
keagamaan yang merupakan ukiran-ukiran yang diambil dari ayat-ayat
al-Quran;
- Motif flora
yang digunakan adalah stelirisasi tumbuh-tumbuhan baik berbentuk daun,
akar, batang, ataupun bunga-bungaan. Ukiran berbentuk stilirisasi
tumbuh-tumbuhan ini tidak diberi warna, jikapun ada, warna yang digunakan
adalah merah dan hitam. Ragam hias ini biasanya terdapat pada rinyeuen
(tangga), dinding, tulak angen, kindang, balok pada bagian kap, dan
jendela rumah;
- Motif fauna
yang biasanya digunakan adalah binatang-binatang yang sering dilihat dan
disukai; Motif alam digunakan oleh masyarakat Aceh di antaranya adalah:
langit dan awannya, langit dan bulan, dan bintang dan laut; dan
- Motif lainnya,
seperti rantee, lidah, dan lain sebagainya.